The Sky is High

It's just a box of pieces of a puzzle about a small circle of friends. It's about the lives, the loves, and the hopes. One by one, part by part. Hung up in the sky along with prayers. Until each of them can fly higher by itself. The Sky the Rain the Rainbow the Sun the Moon. All are talking in their own way. Carving their small footsteps in the history of time. And now each of them can really fly higher by itself, and leave this house one by one...

Kenangan itu, datangnya seperti popcorn yang meletup sekenanya di panci yang menyala.

Pop.pop.pop.pop.

Kenangan itu, rasanya seperti biji-biji jagung yang merekah sesukanya.

Pop.pop.pop.pop.

Kenangan itu, meledak seketika.

Saya harus pindah, untuk membuatnya lebih mudah.
Perpindahan memang makan waktu, mengepak barang yang sudah lama berdebu.
Belum lama, pada hari saya wisuda, Sky mengepak semua barang-barang saya yang tertinggal dalam kardus.
Dengan menitip pesan bahwa tidak akan ada lagi kenangan tentang kami.

Kadang kala saya yang terlalu lama berkompromi dengan kenangan. Ruang-ruang singkat yang semakin lama semakin menyusut. Kami semua sudah beranjak dari kehidupan kuliah, yang kadang masih saja mempertemukan kami dalam lingkup dan ruang yang sama. Saya pikir, saya seharusnya pergi, karena pada saat terakhir saya melepaskan toga dan segala pernah perniknya, saya tahu, kehidupan saya dimulai dari sini. Tentang bagaimana memperjuangkan mimpi ketika orang lain menginjak-injak harapanmu

Saya menyelesaikan tugas saya sebagai mahasiswa. Kemudian mengakhirinya dengan bangga. Apa perlu, saya tinggalkan rumah ini, rumah buah cinta jemari saya bersarang, kemudian pergi?

kau masih ingat bagaimana kita dulu membangun pilar dengan tangan-tangan mungil kita, tangan yang belum penuh gurat luka seperti sekarang.

rumah kita penuh dengan kaca yang memecahkan dirinya karena iri pada pasangan muda yang saling jatuh cinta, padahal setelahnya kita berlomba bunuh diri.

sudah berapa lama luka ditenggak? sudah berapa lama kita diam tak beranjak?
aku dan kamu berkali kali gagal hidup, kemudian berkali kali gagal mati.

malam ini aku menggurat diri lagi, karena kenangan demikian pekat, karena nafas demikian singkat.

karena luka, sudah mulai lupa rasa sakitnya

mungkin karena terlalu lama bersandar, kapalku lupa bagaimana caranya berlayar
mungkin karena terlalu lama berlabuh, aku lupa bagaimana caranya mengayuh

Malam ini tidak ada bintang yang bisa dikunyah karena hujan merintik sesorean tadi.
Malam ini tidak ada bulan yang bisa ditelan karena petikan gitar sudah habis dimamah rindu.

Malam ini tidak ada tanya. Sudah, gegas sana. Aku mengepak sayap sayap patah.


Sepagian tadi aku meramu rindu, tepat ketika kupu-kupu mencelup kakinya dalam putik bunga kenanga. Sudah lama kenangan pergi rupanya, sudah tidak bisa lagi dihitung jari. Sudah berjelaga mata, sudah beriak tumpah bulir mengalir dari ujungnya.


Ada kenangan yang tak pernah habis disesap, hingga dedaknya tak lagi membuatmu tersedak. Ada tirai-tirai yang tak pernah disingkap, dan kata yang tak sempat diucap.

Kamu masih ingat saat jariku teriris ketika mengupas kenangan? Lapis demi lapisnya menguar ke udara yang semakin menipis, membuatku menangis. Kamu masih ingat saat perutku meringis ketika memamah harapan? Tiap kunyahnya membayang buramnya impian. 

Fiuh... hela nafasku semakin berat, kalah cepat dengan detik waktu yang mengecup mataku.

Selamat tidur, cinta. Aku adalah, dan hanyalah pujangga yang kalah di medan laga.

I've tried so hard making some "recipe" for helping my self out of this melodrama. I need some medicines, or else, pills, as a replacement to this sucking-additive-object.


I've been addicted for 1 year and 2 months. Truth is, I can't go out, don't want to out, from this addiction.



I'm addicted to...



you.


Segelas chardonnay,
seteguk kenangan...
dan waktu yang sibuk meramu kejutan

Ada saat-saat, banyak bahkan, dimana rasanya membaca atau menulis rasanya luar biasa sulit, tidak perduli berapa buku yang dikunyah atau jurnal yang dilumat perlahan.

atau ketika kita kehilangan percaya pada kata,
berupaya mengeja kata demi kata, menyambung rima demi rima...
kemudian menangis

mungkin mataku dibutakan oleh kata yang berlompatan sekenanya
aku, hanya bisa meraba kata.

Sky! Luna!

aku memanggil mereka di tengah diskusiku dan menghentikannya. setelah mengangguk dan meminta izin dari partner diskusiku, aku beranjak menemui mereka yang hendak pergi.


Ini saatnya, sudah, beranikan saja.


mungkin kamu pikir ini adalah hal yang sepele, buatku tidak. memanggil mereka pertama kali, yang dibayanganku adalah seuntai senyum manis dan pelukan karena rasa rindu yang tak terbendung lagi, tapi sayangnya kali ini aku hanya mendapatkan sebuah senyum datar dan jabat tangan yang kaku tak terbayang.


Selamat ya~


hanya itu yang terucap.

aku berusaha membendung tangisku sendiri.

aku berbalik, menahan air mata dan menelan kekecewaanku sendiri.

kemudian berbisik, membangga banggakan diri

"aku yang menyalami dan menegur mereka duluan, loh."


lalu selanjutnya senyap.

aku kehilangan minat pada kata

In the living room